Power

Power
Tujuan pembuatan blog "Gogeneration" ini adalah sebagai sarana untuk berbagi ilmu pengetahuan dan mencerdaskan anak bangsa, dengan mengumpulkan tutorial dan artikel yang terserak di dunia maya maupun di literature-literature yang ada. Semoga dengan hadirnya blog "Gogeneration" ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. dan saya ingin sharing tentang power plant dan substation khususnya di electrical, mechanical , automation, scada. walaupun sudah lebih dari sepuluh tahun menggeluti dunia itu tapi masih banyak hal yang harus dipelajari. dengan blog ini saya berharap bisa saling sharing, Blog ini didedikasikan kepada siapa pun yang mencintai ilmu pengetahuan
Powered By Blogger

Minggu, 29 Januari 2012

KEMAMPAUN ATLET DAN IMPEDANSI TRAFO


KEMAMPAUN ATLET DAN IMPEDANSI TRAFOPDF


Gambar di atas ini terdiri dari; Gambar 1 kemampuan seorang Atlit melompati gawang tanpa beban, sedang Gambar 2 adalah kemampuan Atlit yang sama melompati gawang dengan beban dipasang di punggung. Logika kita mengatakan bahwa ketinggian yang bisa dicapai dalam lompatan ini berbeda. Gambar 1 pasti lebih tinggi lompatannya dibanding dengan Gambar 2. Ini tidak perlu lagi saya komentari, saya kira anda sependapat dengan saya akan hal ini. Jika (misalnya) ketinggian lompatan Gambar 1 adalah 1,5 meter, maka ketinggian lompatan Gambar 2 pasti di bawah 1,5 meter, katakan hanya 1,4 meter saja. Misalkan pula beban yang diberikan di punggung Atlit adalah beban maksimum yang bisa dipikulnya untuk kasus ini, maka penurunan kemampuan lompatan adalah 1,5 – 1,4 = 0,1 meter. Kalau angka ini diprosentasekan maka hasilnya adalah   (0,1/1,5) x 100 % = 6,6 %. Jadi ternyata kemampuan Atlit bergantung antara lain kepada BEBAN yang dibawanya.
 Catatan bebas adabuddin 

Gambar di atas ini terdiri dari; Gambar 1 kemampuan seorang Atlit melompati gawang tanpa beban, sedang Gambar 2 adalah kemampuan Atlit yang sama melompati gawang dengan beban dipasang di punggung. Logika kita mengatakan bahwa ketinggian yang bisa dicapai dalam lompatan ini berbeda. Gambar 1 pasti lebih tinggi lompatannya dibanding dengan Gambar 2. Ini tidak perlu lagi saya komentari, saya kira anda sependapat dengan saya akan hal ini. Jika (misalnya) ketinggian lompatan Gambar 1 adalah 1,5 meter, maka ketinggian lompatan Gambar 2 pasti di bawah 1,5 meter, katakan hanya 1,4 meter saja. Misalkan pula beban yang diberikan di punggung Atlit adalah beban maksimum yang bisa dipikulnya untuk kasus ini, maka penurunan kemampuan lompatan adalah 1,5 – 1,4 = 0,1 meter. Kalau angka ini diprosentasekan maka hasilnya adalah   (0,1/1,5) x 100 % = 6,6 %. Jadi ternyata kemampuan Atlit bergantung antara lain kepada BEBAN yang dibawanya.
Trafo (Transformator)
Didalam pelajaran teori trafo, terus terang saya termasuk sangat susah untuk menghayati teori itu ke dalam kehidupan nyata di lapangan. Di situ antara lain akan dihitung “losses besi” yang menurut teori adalah “konstan” dan “losses tembaga” yang kuadratis (I2R). Sebelum sampai kepada makhluk “losses” ini, kita juga akan disuguhi apa yang dinamakan “voltage drop” atau rugi tegangan, yang rumusnya sederahana karena tidak lari dari Hukum Ohm, yaitu Vd = I x R (ditambahi d maksudnya drop). Ada juga rangkaian pengganti Trafo, pokoknya macam-macamlah, tetapi tidak usah takut, karena kita cuma akan berbicara ilmu praktis yang bisa kita pahami di lapangan yang sesuai denga tugas kita. (Sampai di sini belum kelihatan hubungan antara Alinea pertama di atas dengan komentar ini). Saya akan lanjutkan dengan gambar sederhana di bawah ini  
 
Gambar 3 ini adalah gambar prinsip sebuah trafo, yang merah itu primer dan yang biru adalah sekunder. Kalau kumparan primer diberi tegangan bolak-balik (tandanya V~ warna merah), maka akan mengalir arus I yang juga bolak-balik (I warna merah). Karena ada arus bolak-balik, maka pada Inti besi akan timbul apa yang dinamakan Fluks atau medan magnit yang juga bolak-balik (lambangnya Ф). Ф ini akan memotong kumparan sekunder sehingga timbul tegangan sekunder (Tegangan yang Terinduksi) yang juga bolak-balik (lambangnya V~ yang warna biru). Sepanjang belum diberi beban pada sekunder, maka TIDAK ADA arus sekunder. Tetapi kalau diberi beban (alat pemakai pada sekunder), maka akan mengalir arus sekunder (I warna biru), yang tentunya akan menimbulkan pula fluks baru (warna biru). Sekarang apa yang terjadi setelah diberi beban ? Mari kita lihat !. Ternyata arus ini menurunkan tegangan yang dapat diukur (disebut tegangan jepit atau tegangan klem), kenapa? Yah ternyata arus tadi membuat adanya Vd (rugi tegangan) di dalam trafo sebesar Vd = I x R (R di sini adalah R pada kumparan). Jadi :
TEGANGAN JEPIT = V yang Terinduksi dikurangi Vd
= V – Vd.
Karena Vd = I . R, maka pada saat tidak berbeban I = 0, maka Tegangan Jepit = Tegangan yang Terinduksi dikurangi Nol, jadiTegangan Jepit sama dengan Tegangan yang Terinduksi.
Wah…. Wah tambah bingung kalau begini ? Masa ! Coba dibaca pelan-pelan pasti bisa dipahami. Secara praktis begini:
Kalau anda melakukan pengukuran Tegangan pada Trafo (ini kan tugas kita) pada saat tidak ada beban, akan lebih besar nilainya dibanding kalau sudah ada bebannya.
Impedansi Trafo dalam Pengertian Praktis
Sampai di sini mungkin sudah ditemukan persamaan antara “kemampuan atlet” dengan “tegangan trafo”. Jadi ternyata tegangan sekunder pada saat belum berbeban lebih besar dari tegangan sekunder pada saat berbeban. Vd paling besar pada saat beban penuh (I maksimum). Sebagaimana halnya Atlit tadi, kemampuan melompat pada saat Tidak berbeban lebih tinggi disbanding kalau berbeban. Kemampuan terendah terjadi apabila beban pada punggungnya maksimum. Demikianlah perumpamaan kita tentang tegangan trafo.
Untuk mengetahui angka penurunan tegangan trafo, maka dapat dilihat pada “name plate” atau pelat nama dari trafo tersebut, misalnya tertulis Impedansi hubung singkat 4 %.
Contoh: Sebuah trfao distribusi tegangan 20 kV. Tegangan sekunder masing-masing tap adalah 400 V.  Jika Impedansi hubung singkat Trafo 5 %, hitung berapa tegangan jepit trafo tersebut pada beban 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 %. Jawabannya adalah sebagai berikut:
Tegangan tak berbeban = 400 V
Vd  pada beban penuh = (5/100) x 400 = 20 V.
Jadi tegangan jepit pada beban penuh = 400 – 20 = 380 V.
Vd  pada 25 % = (25/100) x 20 = 5 V à Jadi tegangan jepitnya = 400 – 5 = 395 V.
Vd  pada 50% = (50/100) x 20 = 10 V à Jadi tegangan jepitnya = 400 – 10 = 390 V.
Vd pada 75 % = (75/100) x 20 = 15 V à Jadi tegangan jepitnya = 400 – 15 = 385 V.
Bagaimana, sederhana kan?. Ini perlu kita sampaikan agar kasus yang diceritakan pada Catatan “Penggantian Trafo, Beban Naik?”, dapat lebih dimengerti. Juga kepada anda di lapangan agar meneliti masalah Trafo ini sebelum dipasang. Saya yakin bahwa jika Trafo tersebut baru dari Fabrik, maka apa yang ditulis pada “name plate” pasti sudah sesuai. Tetapi jika Trafo tersebut adalah ex repair, maka anda harus mewaspadai apakah “name plate” nya masih sama dengan Trafonya. Sebenarnya menurut S.PLN 50, sudah dijelaskan apa-apa yang harus ditest pada Trafo Repair, antara lain yah itu tadi, IMPEDANSInya.
Demikianlah tulisan kita kali ini semoga bermanfaat adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar