ZERO |
Kita pasti tahu apa arti Zero. Benar teman-teman, Zero dalam bahasa Indonesia diartikan dengan NOL. Cuma sepertinya kata Zero lebih banyak dipakai pada istilah tertentu dibanding dengan Nol (Nought). Karena disamping Zero, Nought juga berarti Nol. Mengapa demikian , saya juga tidak tahu. Kelihatannya ada perbedaan konotasi antara Zero dengan Nought. Mari kita lihat. Kalau kita ambil misalnya, kata “minuman yang zero alkohol”, kalau diganti menjadi “minumuan Nol alkohol”, kayaknya tidak terlalu kena. Kita pasti tahu apa arti Zero. Benar teman-teman, Zero dalam bahasa Indonesia diartikan dengan NOL. Cuma sepertinya kata Zero lebih banyak dipakai pada istilah tertentu dibanding dengan Nol (Nought). Karena disamping Zero, Nought juga berarti Nol. Mengapa demikian , saya juga tidak tahu. Kelihatannya ada perbedaan konotasi antara Zero dengan Nought. Mari kita lihat. Kalau kita ambil misalnya, kata “minuman yang zero alkohol”, kalau diganti menjadi “minumuan Nol alkohol”, kayaknya tidak terlalu kena. Baiklah kita masuki masalah zero ini dalam dunia kita, dunia pekerjaan Outsourcing yang menjadi kewajiban kita. Di dunia kita ini, banyak sekali istilah zero yang dipakai, antara lain: zero condition, zero interruption, zero correction, zero accident, dan lain-lain. Zero condition, mungkin bisa diartikan dengan “kondisi awal (?)”, zero interruption artinya tidak ada pemadaman, zero accident berarti tidak ada kecelakaan, dan zero correction yang banyak dipakai di unit CATER berarti tidak ada perbaikan (koreksi). Kita bahas satu per satu. 1. Zero condition. Jika suatu SPD (Satuan Pembangkit Diesel) dipasang dan dilakukan test pertama (biasanya disebut komisioning), semua data performance (penampilan) mesin harus ditest. Misalnya Daya terpasang, Pemakaian bahan bakar, Pemakaian pelumas, Putaran, Temperatur, Tegangan, dll. Data ini adalah data yang merupakan kondisi awal dari SPD tersebut. Jika SPD ini telah beroperasi dan menunjukkan penurunan kondisinya, maka akan dilakukan pemeliharaan berkala “over houl”. Pemeliharaan ini diharapkan akan mengembalikan SPD pada kondisi awal (zero condition). Jika seandainya mesin SPD ini akan diserahkan Pemeliharaan (Maintenance) dan Pengoperasian (Operation) pada Pihak lain (misalnya saja ke KCA), maka Pihak Pemberi kerja (misalnya PLN) akan melakukan dahulu overhaul dan mengembalikan kondisi mesin tersebut pada Zero Condition. Data zero condition diambil sebagai data awal bagi kedua pihak dan di situlah ditentukan SLA (Service Level Agreement). Misanya SLAnya adalah; Daya Mampu harus 80 %, SFC (Specific Fuel oil Consumption atau Pemakaian Bahan Bakar Spesifik) harus 0,23 liter/kWh, Produksi harus 60 %, Gangguan harus sekian jam, pemelihaan harus sekian jam, dst. Dari SLA ini ditentukan finalti atau denda jika tidak tercapai. Model kontrak seperti ini dikenal dengan nama TMC (Total Maintenance Contract). Sendainya, model zero condition ini diterapkan juga pada PP Distribusi. Sebelum dikontrakkan, semua pohon di Jaringan harus disingkirkan, semua tiang miring harus ditegakkan, semua Gardu trafo sudah dipelihara, semua…. Semua, sudah di”zero condition”kan. Dari situ barulah ditentukan SLA dan dari SLA dipatok batas-batas untuk denda. Jika ini dilakukan, rasanya sangat adil jika kita didenda. Kenyataannya adalah kita menerima keadaan jaringan seperti apa adanya, dan ditentukan SLA dan dendanya. Tetapi cerita ini hanya “seandainya”. Seandainya posisi meter yang tinggi, meter yang buram, meter dalam kamar konsumen, di”zero condition”kan, maka zero correction yang popular di Cater mungkin bisa dicapai. 2. Zero interruption. Ini ada hubungannya dengan SAIDI-SAIFI yang sudah kita komentari dalam Catatan sebelumnya. Jika seandainya zero interruption bisa tercapai maka pasti SAIDI sama dengan NOL dan juga SAIFI sama dengan NOL. Dalam suatu Penyulang saja hal ini rasanya sangat tidak mungkin tercapai. Pertanyaan kita, apakah suatu Distribusi Tenaga Listrik bisa dibuat menjadi zero interruption?. Jawabannya BISA, asal ………………… Asal apa ? Yah banyak sekali faktor tentunya. Jaringan harus Kabel, harus ada Genset stand-by, dan harus dipasang UPS (Uninterruptable Power Supply). Kita lihat saja dalam skala kecil pada suatu Komputer, kan tidak pernah mengalami pemutusan alias zero interruption. Bagi kita yang melayani PP Distribusi, penyebab “interruption”/pemadaman, banayk sekali. Pada salah satu Edaran PT. PLN (Persero) yang menjadi acuan Laporan kita, kalau tidak salah, penyebab itu dibagi dua, internal dan external. Internal dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yang pada intinya adalah pada peralatan. External terdiri dari beberapa penyebab, antara lain alam, pohon, binatang, layang-layang, dll. Kalau dilihat dari pengelompokan ini, maka yang menjadi tanggung jawab kita adalah pohon sekali lagi pohon. Namun terjadinya “interruption”/pemutusan yang penyebabnya “tidak jelas” akan dipertanggung jawabkan oleh kita pelaksana pp Distribusi. Dengan demikian denda/penalty akan diwarnai oleh hal yang “tidak jelas” ini. Menurut data dan analisa PLN pada Rapat Pembakuan V, jumlah gangguan “tidak jelas” pada JUTM berkisar antara 70 sd 95 % dari total gangguan JUTM, pantas saja kita rasakan “tidak jelas” sebagai hal yang mendominasi gangguan. Tugas kita sekarang ini antara lain memperjelas penyebab gangguan yang tidak jelas, OK ?. 3. Zero Correction. Istilah ini khusus untuk pelaksana Pembacaan Meter alias CATER. Tujuan PLN adalah Zero Correctioan. Untuk mendukung ini, kita pelaksana ini harus bisa membuat Zero Correction. Alhamdulillah, laporan terakhir memperlihatkan kemajuan mengenai “correction” ini. Untuk Makassar Rayon Utara dan Rayon Barat sudah mencapai zero correction, Rayon Selatan dan Timur mengalami penurunan koreksi yang signifikan. Laporan terakhir dari Cabang Ambon juga memperlihatkan trend perbaikan mengenai koreksi ini. Namun secara total zero correction belum bisa dicapai. Mengapa sih ? Tentunya banyak faktor. Mari kita lihat khusus di sisi kita pelaksana CATER. Kita mulai dari Pencatatannya. Di sini yakin kita bahwa kecil kemungkinan mengalami kesalahan karena pencatatan dilakukan dengan PEMOTRETAN. Jadi apapun keadaan di lapangan akan direkam apa adanya, tidak mungkin ada rekayasa. Benarkah ?. Benarkah semua meter dapat dipotret? Ternyata ada juga kendalanya antara lain adalah meter kabur (bukan menghilang), posisi meter sangat tinggi, posisi meter di dalam rumah, rumah terkunci sedangkan meter tidak bisa dipotret dari luar, yang menjaga rumah kososng adalah anjing galak, dll. Rumah terkunci dan anjing galak masih bisa diulang didatangi kembali pada waktu lain (sedapat mungkin pada hari yang sama). Inilah antara lain penyebab awal adanya koreksi. Ketidak jelasan angka-angka meter tersebut ditindaklanjuti dengan memperkirakan pemakaian pelanggan yang bersangkutan. Perkiraan yang salah akan menyebabkan koreksi. Demikian juga pemakaian rata-rata bagi pelanggan dengan rumah terkunci kemungkinan akan menyebabkan koreksi. Dan yang paling tidak bisa ditolerir adalah kesalahan ENTRY DATA. Entry angka-angka yang salah akan menyebabkan koreksi. Kemungkinan kecurangan juga ada, dan kalau ini terbukti maka tidak ada toleransi lagi, yang bersangkutan berarti memberhentikan dirinya dari KCA. 4. Zero accident. Ini adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Tidak boleh dan tidak boleh ada kecelakaan kerja. Pemakaian alat-alat safety harus dilakukan, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar